1. Otomatisasi AI: Meningkatkan Efisiensi atau Memperburuk Ketimpangan?
Otomatisasi berbasis AI sudah mengubah cara perusahaan beroperasi di sektor ritel. Dari robot pengantar barang hingga sistem kasir otomatis, teknologi ini menjanjikan efisiensi tinggi dan pengurangan biaya. Namun, di balik janji tersebut, ada dampak sosial yang besar: pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Sebagai contoh, perusahaan ritel besar seperti Ocado (perusahaan e-commerce asal Inggris) memangkas sekitar 500 posisi di divisi teknologi dan keuangan mereka pada 2025 karena peningkatan penggunaan AI dalam manajemen gudang dan distribusi barang . Dengan otomatisasi yang terus berkembang, lebih banyak pekerja terancam kehilangan pekerjaan mereka, terutama di posisi entry-level yang mudah digantikan teknologi.

2. Ritel dan Otomatisasi: Pionir yang Menghadapi Konsekuensi Berat
Sektor ritel, yang selama ini sangat bergantung pada tenaga kerja manusia, kini menjadi salah satu sektor yang paling banyak mengadopsi teknologi otomatisasi. Selain Ocado, beberapa restoran cepat saji di negara maju seperti KFC dan Hungry Jack’s di Australia mulai mengimplementasikan sistem pemesanan otomatis berbasis AI untuk menggantikan kasir manusia. Walaupun inovasi ini meningkatkan kecepatan dan efisiensi layanan, tidak bisa dipungkiri bahwa ratusan, bahkan ribuan, pekerjaan telah hilang akibat peralihan ini. Menurut data yang dihimpun oleh Forrester Research, sektor ritel diperkirakan akan kehilangan lebih dari 10% angkatan kerja mereka dalam lima tahun mendatang akibat otomatisasi .
3. Dilema Etis: Antara Teknologi dan Kesejahteraan Pekerja
Penerapan otomatisasi di sektor ritel membawa serta pertanyaan etis yang mendalam: apakah efisiensi yang didapatkan dari teknologi ini sebanding dengan hilangnya mata pencaharian ribuan pekerja? Di satu sisi, teknologi memberikan manfaat besar bagi perusahaan dalam hal penghematan biaya dan peningkatan produktivitas. Namun, di sisi lain, otomatisasi mengabaikan dampak negatif yang dirasakan oleh pekerja yang menjadi korban PHK. Professor Daswin De Silva dari La Trobe University menyatakan bahwa perusahaan yang memprioritaskan efisiensi biaya tanpa mempertimbangkan kesejahteraan pekerja bisa memunculkan ketimpangan sosial yang semakin lebar . Pelatihan AI Bersertifikat Nasional

4. Tantangan Sosial-Ekonomi: Bagaimana Mengelola Peralihan ini dengan Bijak
Bagi pemerintah dan perusahaan, ini adalah tantangan besar. Menyikapi masalah ini, beberapa langkah yang perlu dilakukan antara lain:
-
Pendidikan dan Pelatihan Ulang (Upskilling): Pemerintah dan sektor swasta harus bekerja sama untuk menyediakan pelatihan bagi pekerja yang terdampak otomatisasi, agar mereka bisa beralih ke sektor lain yang lebih aman.
-
Peningkatan Jaring Pengaman Sosial: Negara perlu menyediakan sistem jaminan sosial yang lebih kuat, seperti tunjangan pengangguran yang cukup untuk membantu pekerja yang kehilangan pekerjaan akibat otomatisasi.
-
Regulasi yang Memadai: Pemerintah harus menetapkan regulasi yang memastikan bahwa implementasi teknologi di sektor ritel tidak mengorbankan hak-hak pekerja.

5. Menciptakan Masa Depan yang Berkelanjutan: Teknologi untuk Semua
Otomatisasi tidak bisa dihentikan, tetapi dampaknya bisa diminimalkan dengan kebijakan yang tepat. Dengan memberikan pelatihan ulang, memperkuat jaring pengaman sosial, dan memastikan keterlibatan berbagai pihak dalam pembuatan kebijakan, kita bisa menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan. Teknologi harus menjadi alat untuk meningkatkan kehidupan manusia, bukan menggantikannya. Oleh karena itu, perusahaan, pemerintah, dan masyarakat harus bekerja bersama untuk mengatasi tantangan ini dan menciptakan sistem yang adil bagi semua pihak.
Sumber Referensi






