lonjakan adopsi kecerdasan buatan (AI) di berbagai sektor global mendorong gelombang investasi besar-besaran di infrastruktur pendukungnya. Salah satu yang paling menonjol adalah langkah dari NTT Global Data Centers, anak usaha dari raksasa telekomunikasi Jepang NTT Group, yang akan menggelontorkan sekitar US$3 miliar untuk membangun dan memperluas pusat data selama tahun fiskal 2025.

Siapa Itu NTT dan Apa Perannya?
Nippon Telegraph and Telephone Corporation (NTT) adalah salah satu perusahaan telekomunikasi terbesar di dunia, berbasis di Jepang. Perusahaan ini menyediakan layanan komunikasi, data, dan solusi TI secara global. NTT Group terbagi dalam beberapa anak usaha, termasuk NTT Data, yang berfokus pada layanan teknologi informasi dan digital transformation, serta NTT Ltd, yang melayani klien enterprise di berbagai negara.
NTT Global Data Centers, sebagai bagian dari NTT Data Group, bertugas mengelola dan mengoperasikan jaringan pusat data skala besar di seluruh dunia. Mereka saat ini berada di peringkat lima besar penyedia fasilitas data center global, dan bersaing dengan perusahaan seperti Equinix, Digital Realty, dan Amazon Web Services dalam hal kapasitas dan jangkauan layanan.
Unit ini dikenal karena pendekatannya yang fokus pada:
- Efisiensi energi (termasuk teknologi liquid cooling)
- Keamanan siber dan fisik tinggi
- Kapasitas tinggi untuk kebutuhan AI dan cloud enterprise
- Konektivitas global dengan latensi rendah
Investasi besar-besaran yang dilakukan NTT Global Data Centers mencerminkan komitmen mereka dalam menjawab lonjakan permintaan daya komputasi akibat pertumbuhan AI generatif dan transformasi digital korporat di seluruh dunia.
Dalam wawancaranya dengan Wall Street Journal, CEO NTT Global Data Centers Doug Adams menyebut, “Saya sudah 25 tahun di industri ini, dan belum pernah melihat pertumbuhan sekuat sekarang. Permintaan benar-benar melebihi pasokan.”
Langkah NTT menjadi indikator kuat bahwa permintaan AI computing meningkat tajam secara global. Pertanyaannya: bagaimana posisi dan kesiapan Indonesia dalam menghadapi tren ini?
Mengapa Data Center Jadi Sorotan?
AI generatif, model bahasa besar (LLM), dan sistem rekomendasi canggih membutuhkan daya komputasi yang sangat besar. Teknologi ini membutuhkan:
- Infrastruktur server skala besar (hyperscale)
- Pendinginan berbasis cairan untuk efisiensi energi
- Konektivitas global dan latensi rendah
- Pasokan daya yang stabil dan ramah lingkungan
Data center menjadi infrastruktur kunci karena AI membutuhkan pengolahan data dalam jumlah masif secara simultan dan real-time. Menurut laporan McKinsey (2024), kebutuhan daya komputasi untuk AI diperkirakan tumbuh 25% per tahun hingga 2030.
NTT tidak hanya berinvestasi di Jepang, tapi juga memperluas ekspansi di AS, India, dan kawasan Asia lainnya. Fokus utamanya: menjawab lonjakan permintaan komputasi dari klien AI, cloud, dan enterprise.
Untuk mendanai ekspansi ini, NTT Data menjual beberapa aset pusat data di Austria, AS, dan Singapura senilai $1,5 miliar ke real estate investment trust (REIT) yang baru diluncurkan di Singapura. Ini memungkinkan NTT mengalihkan sumber daya ke kawasan dengan pertumbuhan permintaan tertinggi
Langkah NTT menjadi indikator kuat bahwa permintaan AI computing meningkat tajam secara global. Pertanyaannya: bagaimana posisi dan kesiapan Indonesia dalam menghadapi tren ini?
Mengapa Data Center Jadi Sorotan?
AI generatif, model bahasa besar (LLM), dan sistem rekomendasi canggih membutuhkan daya komputasi yang sangat besar. Teknologi ini membutuhkan:
- Infrastruktur server skala besar (hyperscale)
- Pendinginan berbasis cairan untuk efisiensi energi
- Konektivitas global dan latensi rendah
- Pasokan daya yang stabil dan ramah lingkungan
Data center menjadi infrastruktur kunci karena AI membutuhkan pengolahan data dalam jumlah masif secara simultan dan real-time. Menurut laporan McKinsey (2024), kebutuhan daya komputasi untuk AI diperkirakan tumbuh 25% per tahun hingga 2030.
NTT tidak hanya berinvestasi di Jepang, tapi juga memperluas ekspansi di AS, India, dan kawasan Asia lainnya. Fokus utamanya: menjawab lonjakan permintaan komputasi dari klien AI, cloud, dan enterprise.
Untuk mendanai ekspansi ini, NTT Data menjual beberapa aset pusat data di Austria, AS, dan Singapura senilai $1,5 miliar ke real estate investment trust (REIT) yang baru diluncurkan di Singapura. Ini memungkinkan NTT mengalihkan sumber daya ke kawasan dengan pertumbuhan permintaan tertinggi.
Tren Global: AI Membutuhkan Infrastruktur Besar
Permintaan untuk data center AI tumbuh eksponensial karena:
- Adopsi cepat AI oleh korporasi (bank, manufaktur, logistik)
- Lonjakan startup AI yang butuh komputasi masif
- Open-source AI model yang mendorong demokratisasi penggunaan
- Pertumbuhan LLM dalam berbagai bahasa dan domain bisnis
Wilayah seperti AS dan India kini menjadi tujuan utama ekspansi data center AI, terutama karena pasokan listrik yang mencukupi. Di India misalnya, NTT memiliki lebih dari 200 MW kapasitas data center dengan pendingin cair. Ini menjadi keunggulan dalam efisiensi energi yang semakin dibutuhkan, terutama saat dunia bergerak menuju net zero emission.
Namun, seperti disampaikan Adams, kendala global utama saat ini bukan hanya hardware, melainkan ketersediaan energi—khususnya di Eropa dan beberapa kota padat yang mengalami defisit daya untuk ekspansi pusat data.

Bagaimana dengan Indonesia?
Indonesia saat ini masih di tahap awal pembangunan ekosistem pusat data skala besar untuk AI. Menurut data Kementerian Kominfo, terdapat lebih dari 65 data center komersial yang tersebar di Indonesia, namun hanya sebagian kecil yang memenuhi kriteria hyperscale dan AI-ready.
Beberapa tantangan dan peluang yang dapat diidentifikasi:
Tantangan:
- Pasokan energi belum stabil dan belum terarah untuk kebutuhan AI hyperscale.
- Masih rendahnya kompetensi teknis SDM lokal untuk mengelola AI data center.
- Kurangnya kemitraan strategis antara sektor swasta dan institusi pendidikan.
- Kesenjangan antara kebijakan pemerintah dan kesiapan infrastruktur teknis.
Peluang:
- Permintaan AI lokal mulai naik, dari sektor fintech, e-commerce, hingga logistik dan edukasi.
- Posisi geografis strategis Indonesia memungkinkan jadi hub regional Asia Tenggara.
- Inisiatif seperti Green Data Center di Batam dan Bekasi menunjukkan potensi besar.
- Adanya dukungan pemerintah terhadap transformasi digital, termasuk program seperti Making Indonesia 4.0.
- Potensi kerja sama regional dalam ASEAN Digital Economy Framework Agreement (DEFA).
Apa yang Bisa Dilakukan Indonesia?
1. Percepat Infrastruktur Digital Nasional
- Bangun kawasan khusus data center dengan suplai energi bersih dan andal.
- Permudah regulasi dan insentif untuk investasi asing di data center AI.
- Integrasi infrastruktur cloud nasional dengan jaringan universitas dan startup AI.
- Dorong sinergi BUMN, sektor swasta, dan penyedia global seperti NTT dan Google Cloud.
2. Siapkan Talenta AI dan Data Engineering
- Sertifikasi nasional untuk teknisi data center AI, cloud engineer, dan MLOps.
- Kemitraan antara korporasi seperti NTT, Telkom, Google Cloud, dan universitas lokal.
- Dorong kampus teknik dan politeknik menyiapkan kurikulum khusus “AI Infrastructure”.
- Luncurkan program magang dan pelatihan bersubsidi untuk generasi muda di bidang cloud dan AI infra.
3. Libatkan Asosiasi Strategis seperti asosiasi.ai
- Asosiasi Pengguna AI Indonesia dapat berperan sebagai policy advisor dan talent integrator.
- Menyusun standar profesi dan etika AI untuk data center, developer, dan pengelola cloud.
- Mendorong link and match antara pelatihan industri dan kebutuhan transformasi digital nasional.
- Mendorong pembentukan AI Readiness Index di tingkat perusahaan dan pemerintah.
Relevansi Bagi Perusahaan dan HR Indonesia
Bagi pemimpin perusahaan, manajer TI, dan profesional HR, artikel ini menjadi panggilan untuk:
- Mulai memetakan kebutuhan infrastruktur AI di internal perusahaan.
- Mempersiapkan SDM internal yang memahami alur kerja AI-infrastruktur.
- Mengembangkan roadmap teknologi jangka menengah yang mencakup AI dan data center.
Tak hanya perusahaan teknologi, bahkan sektor seperti manufaktur, energi, logistik, dan edukasi mulai menunjukkan minat membangun tim AI in-house. Tetapi mereka semua memerlukan pondasi infrastruktur yang kuat.
Dalam laporan Deloitte (2024), 70% eksekutif C-level menyatakan bahwa keterbatasan infrastruktur AI menjadi penghambat utama transformasi digital mereka. Ini menunjukkan bahwa kesiapan AI bukan hanya soal model, tapi juga soal data architecture dan compute power.
Tren AI computing tidak hanya memicu revolusi perangkat lunak, tapi juga mengguncang fondasi fisik infrastruktur digital global. Investasi NTT Global Data Centers senilai $3 miliar adalah sinyal jelas bahwa permintaan akan AI-ready infrastructure sudah menjadi kebutuhan nyata.
Indonesia harus segera merespons melalui investasi, kebijakan, dan strategi SDM yang konkret. Jika tidak, maka kita hanya akan menjadi penonton dalam perlombaan besar ini.
Untuk itu, sinergi antara sektor swasta, pemerintah, dan asosiasi seperti asosiasi.ai sangat penting untuk memastikan bahwa masa depan AI tidak hanya dibentuk di luar negeri, tetapi juga tumbuh kuat di dalam negeri.
Sumber






