Pernahkah Anda merasa kagum saat berbicara dengan ChatGPT atau Gemini? Dalam hitungan detik, mereka bisa menjawab pertanyaan kompleks, menulis puisi, bahkan memberi saran profesional. Tanggapan mereka terasa hangat, nyambung, dan tidak jarang menyelamatkan waktu atau bahkan emosi Anda.
Namun, apakah semua itu terjadi begitu saja?
Jawabannya: tidak.
Di balik kecerdasan yang tampak alami tersebut, ada proses panjang dan teliti yang membuat AI tak sekadar “tahu banyak”, tetapi juga tahu bagaimana bersikap. Proses ini dikenal sebagai pasca-pelatihan (post-training)—fase yang diam-diam menjadi penentu apakah AI bisa menjadi rekan bicara yang etis, sopan, dan dapat dipercaya.
Tahap Awal: Monster Cerdas yang Telah Membaca Seluruh Internet
Bayangkan seorang jenius yang telah membaca setiap buku, artikel, dan halaman web yang pernah ada. Pengetahuannya sangat luas, namun ia tidak pernah belajar cara berbicara dengan orang lain. Ia mungkin bisa menyelesaikan kalimat dengan sempurna, tetapi ia tidak tahu cara berbasa-basi, memahami konteks sosial, atau bahkan membedakan mana informasi yang pantas dan tidak pantas untuk dibagikan.
Inilah gambaran dari model AI setelah tahap Pra-Pelatihan. Melalui proses self-supervision, model ini telah melahap data dalam jumlah masif dari internet untuk belajar memprediksi kata berikutnya. Hasilnya adalah sebuah mesin dengan kapabilitas luar biasa, tetapi juga memiliki dua masalah fundamental:
- Dioptimalkan untuk Menyelesaikan, Bukan Berdialog: Ia jago melengkapi kalimat, tetapi kaku saat diajak berbicara layaknya manusia.
- Potensi Toksisitas: Karena sumber datanya adalah seluruh internet yang tanpa filter, ia bisa menghasilkan output yang rasis, seksis, kasar, atau keliru.
Pada titik ini, kita memiliki sebuah “monster” pengetahuan yang kuat namun belum dijinakkan.

Masuk ke Tahap Pasca-Pelatihan: Proses “Penjinakan” Dimulai
Di sinilah keajaiban sesungguhnya terjadi. Pasca-pelatihan adalah proses memoles dan membentuk “kepribadian” AI. Ibaratnya, ini adalah sekolah etiket dan kursus komunikasi intensif bagi si monster cerdas. Proses ini umumnya terbagi menjadi dua langkah utama.
Langkah 1: Penyempurnaan Terarah (SFT) – Mengajari AI Cara Berdialog
Langkah pertama adalah memberinya pelajaran dasar tentang percakapan manusia. Para ahli menyiapkan set data berkualitas tinggi yang berisi contoh-contoh dialog ideal—pertanyaan yang baik dan jawaban yang bermanfaat. Model AI kemudian “disempurnakan” (finetuned) menggunakan data ini. Pelatiahn AI Bersertifikasi Nasional
Tujuannya sederhana: mengubah fokusnya dari sekadar “melanjutkan kalimat” menjadi “memberikan jawaban yang relevan dan koheren dalam sebuah percakapan”. Ia belajar struktur dialog, cara memahami instruksi, dan bagaimana merespons dengan cara yang lebih alami.
Langkah 2: Penyempurnaan Preferensi (RLHF) – Memoles Kepribadian AI
Setelah AI bisa berdialog, langkah selanjutnya adalah memastikan dialognya sesuai dengan preferensi dan nilai-nilai manusia. Inilah tahap di mana AI diajari untuk menjadi bermanfaat, jujur, dan tidak berbahaya.
Teknik yang populer di sini adalah Reinforcement Learning from Human Feedback (RLHF). Sederhananya begini:
- Model AI diminta untuk menghasilkan beberapa versi jawaban untuk sebuah pertanyaan.
- Manusia (sebagai penilai) kemudian memberikan peringkat, dari jawaban terbaik hingga terburuk.
- Umpan balik ini digunakan untuk “melatih” AI agar lebih cenderung menghasilkan jawaban yang disukai manusia.
Proses ini diulang berkali-kali, secara bertahap membentuk perilaku AI agar lebih sopan, empatik, dan selaras dengan harapan pengguna. Inilah yang seolah-olah “memberi wajah tersenyum” pada si monster, membuatnya menjadi asisten yang ramah dan dapat diandalkan.

Mengapa Ini Krusial? Perbedaan Antara Pengetahuan dan Kebijaksanaan
Sangat penting untuk memahami perbedaan ini:
- Pra-Pelatihan fokus pada kualitas tingkat token. Tujuannya adalah memprediksi kata berikutnya dengan akurat.
- Pasca-Pelatihan fokus pada kualitas keseluruhan respons. Tujuannya adalah memberikan jawaban utuh yang memuaskan pengguna.
Analogi yang indah adalah membandingkan pra-pelatihan dengan proses membaca ribuan buku untuk menyerap pengetahuan. Sementara itu, pasca-pelatihan adalah proses belajar bagaimana menggunakan semua pengetahuan itu untuk berkomunikasi, berkolaborasi, dan membantu orang lain dengan bijaksana.
Wajah Tersenyum di Balik Teknologi
Jadi, saat Anda berinteraksi dengan AI canggih di kemudian hari, ingatlah bahwa kecerdasan yang Anda saksikan bukanlah hasil dari satu langkah besar, melainkan kombinasi dari fondasi pengetahuan yang masif (pra-pelatihan) dan proses pemolesan yang cermat dan berorientasi pada manusia (pasca-pelatihan).
Proses inilah yang memastikan bahwa teknologi yang sangat kuat ini tidak hanya cerdas, tetapi juga aman, bermanfaat, dan siap menjadi mitra bagi kemanusiaan. Ini adalah seni dan ilmu di balik wajah tersenyum sebuah AI.
Baca Juga :






